Minggu, 25 Mei 2014

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,BERBANGSA DAN BERNEGARA



LAPORAN KELOMPOK
9
“ KEWARGANEGARAAN “
 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,BERBANGSA DAN BERNEGARA  



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
S1 KEPERAWATAN
2013


Di susun Oleh :
Kelompok 1 B
1.     Mustika Murina
2.     Melia Mayamsari
3.     Erliana Eka Safitri
4.     M.Hajriadi
5.     Superapto
6.     Laili Masruri


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami mata kuliah KEWARGANEGARAAN dengan materi “ PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,BERBANGSA,DAN BERNEGARA” tepat pada waktunya.
Semoga makalah kami ini bisa bermanfa’at bagi pihak yang membacanya. Kami sadar bahwa dalam makalah kami ini banyak kekurangannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati. Sekian, kami ucapkan terima kasih.



                                                          Banjarmasin, 5 Desember 2013
                                                                                              Penyusun



DAFTAR ISI                                                                                                         Hal
Kata Pengantar .............................................................................................. ......  i
Daftar Isi ..............................................................................................................  ii
BAB I.PENDALUAN .......................................................................................... 1
a. Latar Belakang....................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
c. tujuan penulisan...................................................................................... 2
BAB II.PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.      Pengertian paradigma dalam arti luas................................................... 3
B.     Pancasila sebagai paradigma pembangunan......................................... 4
C.     Pancasila sebagai paradigma pembanguna politik................................ 5
D.    Pancasila sebagai pembangunan Ekonomi...........................................  6
E.     Pancasila Sebagai pembangun Sosial Budaya......................................  7
F.      Pancasila Sebagai Paradigma Pembanguna Hukum.............................  9
BAB III.PENUTUP................................................................................................. 13
Kesimpulan................................................................................................... 14
Daftar Pustaka............................................................................................... 14



BAB I
PENDAHULUAN
i.                    Latar Belakang Masalah
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama batang tubuh UUD 1945. Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal tersebut Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.   Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya:
a.       bidang politik,
b.      bidang ekonomi,
c.       bidang sosial budaya,
d.      bidang hukum,
e.       bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila.
ii.                  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Paradigma secara luas ?
2.      Apa yang dimaksud Pancasila sebagai paradigma pembangunan ?
3.      Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik ?
4.      Bagaimanakah peran Pancasila Sebagai Pembangunan Ekonomi ?
5.      Bagaimanakah peran Pancasila Sebagai Pembangunan Sosial Budaya ?
6.      Bagaimanakah Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia ?
iii.           Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengrtian Paradigma secara luas.
2.      Untuk mengetahui Pancasila sebagai paradigma pembangunan.
3.      Untuk mengetahui Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik.
4.      Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Pembangunan Ekonomi.
5.      Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Pembangunan Sosial Budaya.
6.      Untuk mengetahui Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia.





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PARADIGMA DALAM ARTI LUAS
Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari definisi paradigma pengetahuan yang dikembangkan oleh Thomas Kuhn dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam. Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk ‘masyarakat ilmiah’ dalam disiplin tertentu.
Robert Winslow menambahkan pengertian paradigma ilmiah sebagai gambaran intelektual yang daripadanya dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intelektual inilah yang kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang mendasari pembentukan kerangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah.
George Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh.
Menurut Kuhn, tidak ada sejarah kehidupan yang dapat diinterpretasikan tanpa sekurang-kurangnya beberapa bentuk teori dan keyakinan metodologik implicit yang berkaitan satu sama lain yang memungkinkan untuk melakukan seleksi, evaluasi dan bersikap kritis. Sebenarnya Kuhn mendapatkan gagasannya mengenai paradigma tersebut dari dunia sejarah dan sastra yang kemudian diterapkannya ke dalam domain ilmu-ilmu alam yang pada waktu itu dianggap sebagai satu-satunya ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah. Sedangkan cabang ilmu pengetahuan yang sekarang telah dianggap sebagai ilmu, dulunya hanya dianggap sebagai seni saja misalnya sejarah, sastra, dan politik.
B.     PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
            Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai pada sila-sila Pancasila.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a.       susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b.      sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c.       kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik,ekonomi,sosial budaya,dan pertahanan keamanan.
C.    PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN POLITIK
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik: 
1.      Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
2.       Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan. Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
             Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
1.      Nilai toleransi
2.      Nilai transparansi hukum dan kelembagaan.
3.      Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata).
4.      Bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3)
                                                                        
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila sehingga, praktik-praktik yang menghalalkan segala cara dengan memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu domba harus segera diakhiri.
D.    PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUNAN EKONOMI
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
E.     PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUN SOSIAL BUDAYA
Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pancasila mendasarkan  pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhlukyang berbudaya. Pancasila juga merupakan sumber normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab..
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasipembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
   Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
1.      Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial   dan komunitisetempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2.      Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3.       Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.      Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5.      Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
F.     PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN HUKUM
satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
1)      Adanya perlindungan terhadap HAM,
2)      Adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
3)      Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga    mendasar.
Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila - sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Persatuan Indonesia,
4.       Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam   permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. , sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan – akan mefresenasikan umat muslim.Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir,
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.      Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan    wahidah).
2.      Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas
3.      Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:
a.       Bertentangga yang baik
b.      Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.        Membela mereka yang teraniaya
d.       Saling menasehati
e.       Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1.      Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2.      pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan    masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai paradigma mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai bidang seperti dalam bidang hukum, ekonomi, sosial budaya, dan juga pembangunan
Pancasila sebagai paradigma bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai acuan setiap warganegara utamanya para penyelenggara negara dan pemerintahan dalam menentukan kebijakan, melaksanakan kegiatan dan mengadakan evaluasi hasilnya serta dalam menghadapi berbagai dinamika perubahan. Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia ini akan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk yang lebih rinci sehingga akan memudahkan bagi imple- mentasinya.

DAFTAR PUSTAKA



 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar